Parade Drumband Siswa SMAN 1 Solor Barat, Meriahkan HUT PGRI Ke- 72

(Siswa SMAN 1 Solor Barat dalam Parade Drumband di Desa Karawatung, Kecamatan Solor Barat)


Parade drumband Siswa Sekolah Menengah  Atas (SMA) Negeri 1 Solor Barat, sungguh memukau dan memberi kemeriahan tersediri di Hari Guru Nasional (HGN) dan Hari Ulang Tahun (HUT) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Tingkat Cabang Solor Barat yang terpusat di Desa Karawatung Kecamatan Solor Barat, Sabtu (25/11/17)

Barisan drumband sejak pagi pukul 08.00 Wita mengelilingi lorong demi lorong dalam Desa Karawatung  menampilkan gerakan, bunyi dan tarian sebagai pembuka rangkaian acara Apel memperingati Hari Guru Nasional dan HUT PGRI ke- 72.

Aksi siswa SMAN 1 Solor Barat berhasil menyedot perhatian Warga Desa Karawatung dari orang dewasa hingga anak – anak. Semua berhamburan keluar rumah menyaksikan secara dekat kreasi siswa ini. 

Kepala SMAN 1 Solor Barat, Nikolaus Erak pada kesempatan itu menyampaikan, rasa bangganya anak anak bisa dipercayakan tampil dalam rangka meriahrayakan HGN dan HUT PGRI Tingkat Cabang Solor Barat. “Saya bangga, anak anak kami diberi kesempatan menampilkan karya dan kreasi mereka dalam memainkan alat musik drumband. Belum lama, alat ini kami miliki, namun ketekunan siswa untuk berlatih dalam dampingan guru di sekolah mampu mengantar anak – anak tampil percaya diri. Kami percaya, dengan banyak ruang kreasi yang diberikan kepada anak, akan mengurangi prilaku- prilaku ke arah yang positif,’kata Nikolaus Erak.

Rombongan Kadis PKO Flotim, Bernadus Beda Keda, Ketua Yapersuktim, Romo Thomas Labina, Camat Solor Barat, Simon Sabon Taka, Sekretaris PGRI Flotim, Maksimus Masan Kian, disambut dan diringi drumband sebelum memasuki lokasi upacara di halaman SDK Karawatung. Kepala Dinas mengatakan, jika anak anak di kota memainkan drumband itu hal biasa,tetapi jika drumband dimainkan oleh anak – anak di kampung itu luar biasa. “ Anak – anak SMAN 1 Solor Barat, luar biasa. Sekolah di kampung, tinggal di kampung tetapi kreativitasnya global. Potensinya luar biasa, kreativitasnya sangat bagus. Keterampilan ini adalah aset masa depan yang harus terus dijaga. Kita tentu sepakat bahwa disaat anak – anak diberikan ruang untuk berkreasi, mereka akan menampilkan kemampuan dan potensinya,’kata Beda Keda (KbrF)


Pos Kupang: Tamu Kita Maksimus Masan Kian (Perintis Gerakan Literasi di Flotim)

Menulis bagi saya itu adalah berbagi dan lekat dengan pekerjaan saya sebagai guru. Kami ingin Agupena Flotim itu menjiwai semangat berbagi dengan sebuah karya pemikiran yakni menulis.Terus terang, publikasi tulisan saya di Jurnalisme Warga Pos Kupang sangat memotivasi saya untuk terus menulis. Memang, untuk menulis awalnya seperti memasukan benang kusut ke dalam lubang jarum di kegelapan malam, begitu sulitnya berlatih untuk menulis. Namun setelah rutin dan terus berlatih menulis itu menjadi aktivitas yang menyenangkan.***

Naskah lengkapnya dapat dibaca di Koran Harian Pos Kupang, Edisi Minggu (19/11/17).

Cerita Perjalanan, Pengurus Agupena Flotim Mengujungi Obyek Wisata (Isi Liburan di Kecamatan Witihama Pulau Adonara Flotim)


Mengisi waktu liburan semester Tahun Pelajaran 2016./2017, Pengurus Asosasi Guru Penulis Indonesia (Agupena) Cabang Kabupaten Flores Timur berkunjung ke obyek wisata, Rabu (5/7/17) tepatnya di Bani Desa Bao Bage Kecamatan Witihama Pulau Adonara.
Pengurus Agupena Flotim yang terlibat dalam refresing ini diantara, Maksimus Masan Kian (Ketua), Benediktus Bereng Lanan ( Wakil Ketua Seksi Dokumentasi dan Publikasi), Tobias Tobi Ruron ( Sekretrais Seksi Hubungan Masyarakat), Asy’ari Hidayah Hanafi (Koordinator Agupena Kecamatan Adonara Tengah), Agusallim Bebe Kewa (Koordinator Agupena Kecamatan Witihama), Emanuel Ola, Stanislaus Lamapaha dan Atanasius Rapok Boli (Anggota). Rombongan ini, didampingi oleh Bapak Jamil Demon, Kepala UPTD Kecamatan Kelubagolit.

Jarak dari pusat Kecamatan Witihama ke Bani kisaran 12 Km. Ditempuh kurang lebih selama satu jam, menggunakan kendaraan roda dua. Pengurus Agupena Flotim star dari Rumah Bapak Jamil Demon di Desa Weranggere kisaran pkl 11.00 Wita, menggunakan kendaraan roda dua. Keluar dari Desa Weranggere, rombongan melintasi jalur jalan utama di Desa Oringbele arah ke Desa Waiwuring. Persis di ujung Desa Oringbele, sebelum Kantor Camat Witihama, rombongan berbelok ke arah kiri, jalan seminisasi. Hanya berjarak 50 meter jalan rata selanjutnya, rombongan melewati jalan tanjakan yang terjal sebelum sampai di Desa Sandosi Lewokemie. Beberapa Pengurus seperti Amber Kabelen, Tobias Ruron, Asy’ari Hanafi yang baru melewati jalur ini nampak “gugup” saat memacu kendaran. Sangat hati- hati. 

Tiba di Desa Sandosi, rombongan “dihadang” oleh beberapa warga yang memegang parang, tombak, gong dan gendang. Persis di jalan utama Desa Sandosi. Diantara kerumunan warga ada Pengamat Seni Nasional, Silvester Petara Hurit, yang rupanya sedang melatih dan mendampingi kelompok sanggar seni Desa Sandosi yang akan mengisi acara pada rangkaian Tour de Flores  mendatang di Kota Larantuka. Rombongan juga menyempatkan diri bercerita dan berdialog dengan Ibu – ibu tak jauh dari tempat itu yang sementara asyik menenun di teras rumah salah satu warga. Diketahui mereka adalah kelompok “Seni Tawa” yang bergiat di dunia Menenun dalam upaya meningkatkan 


Tak berselang lama Pengurus Agupena Flotim yang didominasi “Guru- Guru Kampung” ini kembali memacu kendaraanya. Di puncak antara Desa Sandosi Lewokemie dan Desa Tobitika Woka, nampak pemandangan yang begitu indah dan menarik. Ada gunung Ile Ape di Kabupaten Lembata yang nampak tegak dan berdiri kokoh, bentangan laut biru, hamparan kelapa dan lontar yang semuanya nampak “telanjang” untuk dinikmati oleh mata siapa saja yang melewati jalur jalan ini. Indah nian.

Tak kalah indahnya, saat berada dipuncak Desa Tobitika. Terlihat jelas gunug Ile Boleng dan Gunung Ile Ape berhadap – hadap saling “memberi senyum” menghasilkan keindahan alam Witihama Adonara yang tak tertandingi. Diantara Gunung Ile Boleng dan Ile Ape inilah terbentang Kampung- kampung se- Kecamatan Witihama. Ada belasan desa yang menghuni tanah ini. Hidup rukun, aman dan damai.

Ada satu desa lagi yang dilewati sebelum menginjakan kaki di Bani obyek wisata yang ditujuh yakni Regong, Desa Baobage. Tempat ini menjadi kampung terakhir atau kampung paling ujung di Kecamatan Witihama. Sebelum mekar menjadi satu desa, Regong bergabung dengan Desa Tobitika. Sekilas terlihat, desa ini sangat kesulitan air bersih. Itu nampak dari ramainya warga keluar masuk kampung mengambil air di sumber mata air yang berjarak kurang lebih 3 km dari kampung. Air diambil secara manual. Belum ada alat bantu yang mampu mengalirkan air dari seumber mata air masuk ke kampung ini. Setiap warga yang dijumpai, selalu melepaskan senyum ramah, yang memberi kesan keakraban kepada siapa saja yang masuk ke desa mereka.


Jika beberapa ruas jalan sebelumnya menanjak, keluar dari Desa Baobage, nyali rombongan Pengurus Agupena kembali diuji. Kali ini jalan menurun yang sangat tanjam. Bekas – bekas semen yang masih berserakan usai rabat jalan membuat pengendara harus lebih hati- hati. Jika terpeleset sedikit maka, bukan tidak mungkin pengendara akan dijemput di bawah jurang.
Unik jalan menuju ke tempat wisata ini. Beberapa meter jalan semenisasi, lanjut jalan tanah, jalan berbatu, kembali ketemu jalan seminisasi dan selanjutnya tambal- sulam sampai ke Bani. Pengurus Agupena Flotim berhasil melewati rintangan demi rintangan akhirnya bisa menggapai tujuan obyek wisata yang ditakser. Bani.
Apa keindahan alam Bani, sehingga mendorong Pengurus Agupena Flotim bersemangat dan berusaha sekuat tenaga untuk sampai di tempat ini? Tidak rugi datang di tempat ini. Rasa capeh, letih, dan keringatan sepanjang jalan akan terbayar dengan melihat hamparan laut yang biru asli, laut yang bersih, karang – karang yang indah dan jauh dari itu, matamu akan dimanjakan dengan melihat beberapa pulau- pulau kecil di tempat ini. Ada Pulau Gambus (Bentuk Pulaunya seperti Gambus), Pulau Penapaya (Pulau yang hanya sebelah/ berbentuk ceper) Pulau Nogo Soro Lima’h (Nogo: nama orang. Soron Lima’h : Memberi tangan) konon ceritanya, dahulu kala, Nogo yang mencari ikan di wilayah ini, saat sementara mengambil ikan di pulau ini, tangannya terperangkap dalam lubang dan tidak bisa dikeluarkan lagi. Sejak itu, pulau yang sebelumnya belum dikenal namanya diberi nama Pulau Nogo Soro lima’h. Sekarang, di tempat ini ada daratan di tengah laut yang menghubungkan antara Pulau Penapaye dan Pulau Nogo Soron Lima’h. Untuk bisa naik ke puncak Nogo Soron Lima’h, disaat air surut. Karena pada saat air pasang, daratan tadi tertutup air laut.

Tanpa menunggu lama, rombongan mulai melakukan pendakian untuk dapat menginjakan kaki dipuncak Pulau Penanpaye. Tertatih – tatih namun semua bisa sampai di Puncak. Rombongan mengabadikan semua momen – momen indah saat berada di puncak pulau ini. Berada di tempat ini ibarat sedang berada di  dalam pesawat yang bisa melihat keindahan alam di atas ketinggian. Berdiri di tempat ini, kita dapat melihat hamparan laut yang biru, pulau pulau kecil di sekitarnya, termasuk tak jauh dari tempat ini, kita dapat melihat gundukan pasir putih di Meko. Tempat yang saat ini menjadi destinasi wisata yang paling diminati baik oleh wisatawan lokal maupun internasional. 

Perputaran jarum jam hari itu teras begitu cepat. Pengurus Agupena Flotim tak ingin waktu berlalu tanpa ada makna dalam setiap detik putarannya. Perlahan menuruni Pulau Penapaye, dengan sasaran berikut menaiki puncak Pulau Nogo Soro Lima’h. Kata mereka yang sudah datang ke obyek wisata di tempat ini, “Kalau sudah datang di Bani, dan tidak naik di puncak Pulau Nogo Soro Lima’h, sama halnya dengan belum datang di tempat ini”. Pernyataan ini sebagai pematik  yang mendorong Pengurus Agupena Flotim memaksimalkan tenaga yang sisa untuk menaklukan puncak Pulau Nogo Soro Lima’h. Jarak dari dasar Pulau ini ke puncak kurang lebih 800 meter. Jika ada yang sudah naik ke puncak gunung Ile Boleng atau gunung – gunung lainya. Menuju ke puncak Pulau ini, kurang lebih demikian. Untuk yang sudah biasa mendaki gunung, mungkin baginya mudah tetapi yang baru berpengalaman, untuk sampai ke puncak rasanya sangat sulit.

Proses tak pernah mengkhianati hasil. Demikian juga yang dialami Pengurus Agupena Flotim hari itu. Berpeluh keringat, capeh, lelah, letih, mendaki menuju puncak Pulau Nogo Soron Lima terbayar lunas. Kata Amber Kabelen, ia sepertinya lupa jalan pulang saat ada di puncak ini. “Teman – teman, saya sepertinnya sudah lupa, di mana jalan yang harus kita lewati untuk pulang. Keindahan tempat ini seperti dalam mimpi, ujar Amber. Dapat dibayangkan, kita berada di puncak sebuah pulau, dikelilingi hamparan air laut, dan tanaman bakau, sambil mata kita menikmati pulau – pulau kecil di sekelilingnya. “Ahh...keindahan alam di Bani ini, tak dapat dikukir dengan kata- kata, mari kita mendokumentasikan semua sisi keindahan alam ini untuk menceritakan kepada sesama saudara kita yang belum pernah ke tempat ini. Yang mengaku anak Adonara wajib datang dan injakan kaki dipuncak ini dan nikmati keindahan alam kita, Ciptaan Tuhan dan warisan leluhur yang beratus- ratus tahun lamannya dijaga,’guman Asy’ari.

Semua kamera baik kamera digital dan kamera hanpon dimanfaatkan secara maksimal mendokumentasikan keindahan alam Bani. Hinggl kembali ke Witihama, tak ada satupun rombongan yang baterei hanponya tersisa. Habis terpakai.
Akhir dari perjalanan sehari ini kami akhiri dengan makan bersama di teras rumah Bapak Jamil Demon, Kepala UPTD Kecamatan Kelubagolit di Desa Weranggere Kecamatan Witihama. (Maksimus Masan Kian)


Laman

Kategori

Pengunjung

Kategori